Saya akan
memutar waktu jauh ke belakang saat permainan si kulit bundar menjadi bagian
dari hiburan dalam mengatasi kepenatan hidup. Dikala sepak bola menjadi solusi
sementara si miskin khususnya di Indonesia untuk minimal selama 90 menit bisa
melupakan semua masalah dan realita hidup yang tak manis.
Jaman dimana
saya dan teman – teman ketika akan bermain sepakbola harus saling menyamper dan
mengetok pintu rumah masing – masing sebelum akhirnya peradaban manusia menemui
masanya dengan ditemukannya teknologi baru berbentuk aplikasi seperti WA, BBM,
LINE dan aplikasi sosial media lainnya. Masa dan cerita indah dimana masih
banyak tersedia tanah lapang yang belum dipugar menjadi bangunan kokoh nan
megah.
Masih ingat pula
pada waktu itu ketika tanah sepetak pun bisa dijadikan lapangan bermain sepak
bola dengan tiang gawang seadanya. Memakai sandal, botol minuman, ataupun
dengan batu. Kesenangan sederhana yang hanya bisa dihentikan oleh adzan
Maghrib. Bukan oleh penjaga lapangan yang meniup peluit tanda jam sewa lapangan
sudah habis.
Pada saat itu
kita bermain sepak bola tidak harus membayar sewa lapang. Tidak seperti
sekarang ketika kita ingin bermain bola harus membooking dulu jam bermain
sepakbola dengan waktu yang terbatas dan tentunya oleh ketersediaan uang yang
terkumpul.
Maka dari itu,
saya perlu mengungkapkan kegundahan isi hati terhadap perkembangan sepakbola
modern saat ini. Sepakbola yang telah berubah menjadi industri. Sepakbola
modern saat ini adalah sepakbola yang menjadi ‘mainan’ baru bagi si kaya raya. Seperti
tak ada lagi tempat untuk si miskin untuk menikmati hari. Semua sekarang hanya
melulu soal uang dan keuntungan. Sepakbola, taman bermain kami sekarang telah
hilang.
0 komentar:
Posting Komentar